Pagar Kejut, Solusi Tekan Interaksi Negatif Gajah-Masyarakat di Aceh

Pagar Kejut, Solusi Tekan Interaksi Negatif Gajah-Masyarakat di Aceh
Pagar kejut atau power fencing untuk masyarakat di enam gampong dalam Kemukiman Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie pada Kamis (17/03/2022). (Istimewa)

TRIBUNJAKARTA.COM – BKSDA Aceh dan mitra menyerahkan pagar kejut atau power fencing untuk masyarakat di enam gampong dalam Kemukiman Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh pada Kamis (17/3/2022).


Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh dan didukung oleh Fauna & Flora International’s Indonesia Programme (FFI’s IP), CRU serta konsorsium konservasi gajah di Provinsi Aceh.


Pagar kejut dipasang dalam upaya penanggulangan dan mengurangi interaksi negatif antara gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan manusia di Kabupaten Pidie.

Kemukiman adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa kampung yang mempunyai batas wilayah tertentu dan dikepalai oleh seorang Imum Mukim.

Adapun power fencing yang diserah terimakan tersebut sepanjang 4.200 meter dan telah terpasang di Dusun Geunie, Kampung Lhok Keutapang, Kecamatan Tangse.


Menurut Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh Agus Arianto, penyerahan alat ini merupakan bentuk komitmen para pihak dalam rangka implementasi salah satu strategi penanggulangan interaksi negatif gajah liar dan manusia yang terjadi di Kabupaten Pidie.


Kegiatan penyerahan power fencing ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan rapat koordinasi penanggulangan interaksi negatif di Kabupaten Pidie pada 8 Maret 2022 lalu.


Pagar kejut atau power fencing untuk masyarakat di enam gampong dalam Kemukiman Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie pada Kamis (17/03/2022).


Pagar kejut atau power fencing untuk masyarakat di enam gampong dalam Kemukiman Beungga, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie pada Kamis (17/03/2022). (Istimewa)


“Implementasi strategi lainnya dalam penanggulangan interaksi negatif gajah liar dan manusia yang akan dilakukan antara lain pemasangan GPS collar, penanaman bio barrier seperti tanaman yang tidak disukai gajah antara lain jenis tanaman jeruk nipis dan kemiri, serta proses penyusunan koridor gajah liar yang secara paralel saat ini sedang berproses,” jelas Agus dalam keterangan tertulis, Senin (21/3/2022).


Asisten II Bupati Pidie Tarmizi menuturkan, bahwa tidak saja power fencing sepanjang 4.200 meter yang telah terpasang untuk menjaga enam gampong mukim di Beungga, namun masih banyak kegiatan lain untuk mencegah adanya interaksi negatif dari gajah dan manusia.


“Masyarakat sudi menjaga alat dengan baik, merawat dan jangan membiarkan hal-hal negatif pada alat ini. Harus tetap dilapor dan dijaga,” terang Tarmizi.


Ilyas sebagai Imum Mukim Beungga merasa senang mendapatkan power fencing. Menurutnya, gajah masuk ke dalam desa mereka sudah lama terjadi dan merusak banyak tanaman kebun atau padi masyarakat.


“Masyarakat sangat rugi bila hasil tanamannya rusak, namun mereka mengerti bahwa gajah dilindungi oleh pemerintah, maka masyarakat terbuka akan pendampingan dari pemerintah lokal atau mitra yang bekerja di sekitar desa ini,” terang Ilyas.
Ilyas berharap, desa lain yang masih belum ada pagar kejut atau power fencing juga dapat diinisiasi untuk menjaga tanaman hasil kebun atau padi masyarakat dari keberadaan gajah yang masuk ke permukiman.


Setelah kegiatan penyerahan pagar kejut atau power fencing di Kemukiman Beungga, kegiatan dilanjutkan dengan mengadakan koordinasi dan sosialisasi di Kecamatan Tiro dengan para pihak yang berhadir, yaitu BKSDA Aceh bersama FFI’s IP, Camat Tiro, Polsek Tiro, Koramil Tiro, dan perwakilan masyarakat di 10 Gampong di Kecamatan Tiro.


Maksud dan tujuan kegiatan tersebut adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman terkait penertiban penggunaan senapan angin dan penggunaan kawat listrik secara ilegal yang dapat mengancam keberadaan atau kelestarian satwa liar serta dampak hukum bagi yang melakukannnya.